Di Bukit, Kala Itu...





Pagi itu, matahari belum terbit. Kita berjalan menelusuri bukit. 
Aku ingin merengkuh tanganmu, namun niat itu kuurungkan. 
Nanti-nanti saja, mungkin (saja) kita (akan) selamanya. 
Kuhirup udara sekeliling, segar sekali. Aku bahagia. 
Aku menarik napas panjang, lalu kuhembuskan.

Kau sedang mengabadikan sekeliling dengan ponsel pintarmu. Tak kusadari, kulengkungkan kedua ujung bibirku. Terimakasih Tuhan, aku menikmati setiap momen yang ada, menikmati setiap rasa yang mampir, mencerna semua asa yang hinggap. 

Tatapan matamu, senyummu yang tulus, hatimu yang baik, membuat aku kagum dan meresapi setiap momentum yang Semesta berikan kepada kita. 

Aku tak pernah lupa tatapan matamu yang dalam sambil menekuk kakimu, dan tawamu yang lebar kala melihat tingkahku yang konyol. Suaramu yang melembut kala menyebut namaku. Terimakasih ya, sudah memanusiakan aku. 

Jika Semesta mengijinkan, aku akan membiarkanmu menatapku lama, membiarkanmu merengkuh kepalaku, membiarkanmu memelukku, meraih jemariku, dan kita akan mengarungi dunia selamanya. 

Bersama-sama...sampai tua nanti. 

Comments

Popular Posts