Kamu

         Kamu datang ke kehidupanku dengan random. Ketika hatiku masih kosong dan diisi dengan lelaki-lelaki tampan dan manis yang hanya menjadi ajang 'perunyuan' dan bunga-bunga hati yang tak serius kujadikan pasangan hidup. Kamu datang ketika aku tak punya siapa-siapa dan sedang tidak mau punya siapa-siapa. Tiba-tiba kau mengirimkan pesan-pesan telepon pintar padaku dan pembicaraan-pembicaraan serta candamu membuatku sering tersenyum bahkan kadang tertawa. Aku dan kamupun jadi sering saling mengirimkan pesan dan akupun senang karena kita berdua, nyambung.
         Baru kamu yang membuat aku bisa tiba-tiba tertawa di tengah malam karena pertanyaan-pertanyaan konyol atau pernyataan-pernyataan menggelitik. Tapi kamu juga bisa berdiskusi hal-hal dewasa denganku. Baru kamu yang membuatku nyaman untuk berbagi cerita. Baru kamu, setelah dua tahun kesendirianku, yang membuat aku tetap terjaga hingga dini hari untuk mengobrol hal-hal yang sebenarnya kita tidak tahu arahnya ke mana, tapi mengalir saja.

Tapi aku belum sadar.
Aku hanya menganggapmu teman yang paling asyik yang saya punya. Kamu adalah adik yang paling seru untuk aku ajak bercanda, maupun berbincang tentang kehidupan.

Hingga kamu dekat dengan seseorang.
Ya, klise, aku tahu. Klise di mana kita baru sadar kalau kita menyayangi sesuatu ketika sesuatu itu direngkuh dari hadapan kita, atau sesuatu itu diambil oleh orang lain.
Melihat kamu bercanda dengannya, berdua, berjalan bersama, membuatku terpaut. "Mengapa kita tak bisa seperti itu?" ujarku dalam hati. Tapi kamu malah makin menjauh. Awkward. Tak ada lagi pesan-pesan telepon pintarmu, tak ada lagi senyumanmu yang lucu menyapaku.
Aku gundah, uring-uringan, sebal, kesal, segala asa berkecamuk di benak.

Untungnya itu tak berlangsung lama.
Akhirnya kamupun mengirimkan lagi pesan-pesanmu itu dan kitapun berbincang dan bercanda seperti biasa kembali. Akupun berusaha menahan segala pertanyaan mengapa kemarin-kemarin tak mengirimkan pesan padaku dan segalanya. Tapi aku tak ingin bertanya. Aku tak ingin kedekatan kita berkurang lagi seperti kemarin. Kita semakin dekat, dan kita semakin terbuka. Kita pun berbagi cerita tentang pujaan hati masing-masing dan segala macam. Aku terkadang sedih mendengar ceritamu tentang seseorang itu, tapi di sisi lain aku senang karena kita bisa kembali lagi seperti dahulu.

Sampai pada titik di mana aku bisa menerima bahwa aku masuk brozone.
Ya, zona di mana kita sudah dianggap sebagai saudara kandungnya yang tidak pernah ia punya, yang paling enak untuk dibagi cerita dan diminta nasehat bahkan lebih enak dibanding dengan saudara sendiri.


Tapi aku tidak mengerti, ada beberapa hal yang membuatku merasa kita tak seharusnya seperti ini. Maksudku, ketika aku sudah sampai pada titik di mana aku bisa menerima bahwa aku masuk 'zona kakak', kamu malah melakukan sesuatu yang membuatku makin menyadari bahwa aku, sayang sama kamu. Entah, tapi makin ke sini aku makin menyadari kalau perasaan yang ada di hati ini lebih dari sekedar perhatian biasa, lebih dari sekedar suka biasa, lebih dari sekedar....sayang.

      Perbincangan-perbincangan yang terjadi di antara kita, tawa canda serta wajah lucumu, lagu-lagu yang kamu berikan, film-film pendek yang kamu tunjukkan... semua itu sederhana. Kecil. Tapi bagiku sungguh berharga. Serius. Aku senang kita bisa seperti ini, sedekat ini...
Tapi aku bingung. Mau dibawa ke mana arah kita? Apa begini saja? Atau adakah yang lebih?
Apakah kamu punya perasaan yang sama terhadapku atau tidak?
Kalau ya, tolong jelaskan padaku, jangan kamu buat aku uring-uringan seperti ini.
Kalau tidak, ya sudah.

Tapi bagaimana aku bisa tahu ya atau tidaknya?
Aku bingung.
Mau dibawa ke mana perasaan hati kita aku ini?


               

Comments

Popular Posts